• DHARMA KAWISESAAN PENG...
DHARMA KAWISESAAN PENGIWA MITOS ATAU FAKTA
#DharmaningKawisesaan
#PengetahuanTradisional
#Kesaktian
Pengetahuan Hindu yang tersimpan dalam naskah kuno pada umumnya secara kontinuum dibedakan menjadi dua kategori, yaitu dharmaning kauripan dan dharmaning kepatian. Pengetahuan pertama berhubungan dengan cara hidup yang benar, misalnya dharma pedalangan, dharma kepemangkuan, dharma pegambuhan, dan dharma pemaculan. Dharmaning kauripan berhubungan etik dalam aktivitas kemanusiaan. Sedangkan kontinuum lainnya dharmaning kepatian, berisi hal-hal yang berkaitan dengan cara mati yang benar, misalnya dharma sunya, dharma kelepasan, dharma kemoksaan, dharma kepatian. Dharmaning kepatian adalah pengetahuan yang berkaitan dengan cara menyatu dengan Sang Pencipta. Di antara keduanya (dharmaning kauripan dan dharmaning kepatian), menurut Ida Bagus Bhaskara masih terdapat satu lagi yaitu dharmaning kewisesaan. Dharmaning kewisesaan berhubungan dengan metode-metode niskala yang bersifat metafisik untuk menumbuhkan kekuatan-kekuatan supra natural. Seorang yang belajar dharma kewisesaan, kadangkala belajar pengetahuan agar tidak mati dan badannya kuat selamanya. Kata dharma pada ketiga katagori (dharmaning keuripan, dharmaning kepatian, dan dharmaning kewisesaan), tidak semata-mata berarti kebenaran, melainkan berarti pengetahuan.
Secara spesifik dharmaning kewisesaan atau pengetahuan mengenai ajaran kewisesaan dibedakan atas dua, yaitu pengiwa dan penengen. Pengetahuan pengiwa (kiri) dan penengen (kanan) ini, bukanlah kategori pengetahuan baik dan buruk atau yang satu pengetahuan penengen itu baik, sementara pengetahuan yang lainnya, pengiwa itu buruk. Pengetahuan pengiwa maupun penengen berkaitan dengan dasar pengolahan sastranya. Misalnya seseorang yang belajar pengetahuan kewisesaan pengiwa, lebih mengutaman pengolahan unsur api dalam tubuhnya dan meminimalisasi unsur air dalam tubuhnya. Pengetahuan ini akan melahirkan pengetahuan tentang pengeliakan. Sekali lagi pengetahuan kewisesaan pengiwa ini bukan berupa pengetahuan negatif. Pengetahuan kewisesaan pengiwa ini akan menghasilkan banyak pengetahuan kewisesaan pengiwa yang lebih spesifik lainnya, misalnya pengetahuan yang berubungan dengan cara mengguna-gunai, ilmu pengolas, pengasih, penerangan malahan usada. Yang menjadikan pengetahuan pengiwa memiliki stigma negatif dalam masyarakat adalah aji pengeliakan. Pengetahuan kewisesaan pengeliakan kemudian membias digunakan menuduh orang-orang tua, berwajah jelek, apalagi nginang adalah orang-orang yang diduga bisa ngeliak. Anggap itu tentu tidak semuanya benar, sebab jika dipahami syarat-syarat orang yang belajar kewisesaan, khususnya yang belajar pengiwa-pengeliakan, berat sekali dan memerlukan ketekunan dan disiplin. Menurut lontar Kelung Toya Kelung Gni dan lontar dharmaning pengiwa disebutkan: “yen sire arep weruh angeliak, weruh akena rumuhun dasa bayu”, jika siapapun berkeinginan belajar kewisesaan pangeliakan, maka harus bisa memahami dasa bayu, yaitu sepuluh aksara suci yang ada dalam tubuh. Disamping itu ketahuilah sastra sanga, sembilan aksara suci. Yang ketiga “weruh kaena sastra praline”, ketahuilah pengetahuan tentang praline (peleburan, pemusnaan). Maksudnya bagi mereka yang mempelajari pengetahuan pengiwa, harus memiliki pengetahuan tentang cara memprelina unsur air dalam tubuh dan menghidupkan secara optimal unsur api. Sedangkan bagi yang belajar pengetahuan kewisesaan penengen, maka yang dioptimalkan dalam tubuhnya adalah unsur air dan meminimalkan unsur api. Dengan demikian belajar pengetahuan kewisesaan sesungguhkan praktek pengolahan aksara, yang lebih mengoptimalkan unsur api dalam tubuh atau sebaliknya mengutamakan unsur air dalam tubuh, bukan soal baik-buruk. Dalam kenyataannya kedua pengetahuan itu adalah pilihan, namun idealnya sebelum memutuskan pada pilihan, maka kedua bentuk pengolahan aksara itu dipahami dan dikuasai oleh Sang Daitmika secara seimbang yang disebutkan dengan: “wenang weruh ring tattwaning kiwa-tengen”. Namun dalam prakteknya, orang belajar pengetahuan pengiwa mendapatkan iming-iming kesidian, kekuatan, dan berbagai bentuk hasil nyata dan dirasakan cepat efeknya. Apalagi praktek kewisesaan cendrung lebih ekstrem, ekspresif, dan lebih memberi motivasi lebih kuat. Seseorang yang hendak belajar pengetahuan kewisesaan khususnya pengiwa, ada dua sistem pengajaran, yaitu maguru sisya dan yang kedua adalah tan nyewita siwa (tan paguru sisya). Dewasa ini, tidak banyak orang yang mampu nyewita siwa, oleh karena itu belajar pengetahuan sebaiknya dengan tuntunan guru.
Bagaimana penjelasan selanjutnya, silahkan simak sesuluh Yudha Triguna melalui Yudha Triguna Channel pada KZfaq, juga pada Dharma wacana agama Hindu.
Untuk mendapatkan video-video terbaru silahkan Subscribe
www.youtube.co...
Facebook:
yudhatriguna
Instagram:
/ yudhatrigunachannel
Website:
www.yudhatrigu...