penjelasan yang lebih umum dalam masalah ini adalah apa yg disebut Parthenogenesis yang artinya perkembangbiakan dari 1 orangtua dimana suatu keturunan direproduksi dari sang ibu yang tidak dibuahi oleh pejantan, "virgin birth" (kelahiran dari ibu yang perawan). contoh mahluk hidup yang melakukan parthenogenesis: 1. ikan guppi Poecilia reticulata 2. belut 3. reptil (ular dan kadal) 4. beberapa spesies unggas artinya "virgin birth" (kelahiran dari ibu yang perawan) seperti yang terjadi pada nabi Isa 'alaihis salam yang tanpa ayah sebenarnya BIASA TERJADI PADA BEBERAPA ORGANISME, hanya saja mungkin jaman dulu ketika Nabi Isa dilahirkan pengetahuan manusia belum sampek makanya mereka kayak kaget "kok bisa ga ada bapaknya bisa punya anak?"

@@user-qs7gk3bp1v kl manusia jelas tdk mungkin kecuali kuasa Alloh

Salam, dok "".. Masuk Dan sangat logis,, saya bisa memahami/mencerna,,,,""saya tambah yakin, bahwa Allah memang maha maha Alim,,, musyowir, kholiq, muhaimin,,, , bahkan semua kejadian 2yg diluar kebiasaan, /hukum alam pada dasarnya logis klo kita sudah tau,,,, ilmu manusia adalah setetes air di lautan,,,, contoh "" jaman dulu /mojopahit, tidak mungkin melihat /mendengar, kejadian di negri cina dlm waktu yg sama, (sekarang bisa) Dulu tdak mungkin manusia saling bicara, satu di majapahit satunya dipajajaran, (sekarang bisa /logis). Dll

Benar partenogenesis. Tapi pada mamalia, partenogenesis itu "seharusnya" jenis kelaminnya sama dengan ibunya

Baguslah mau prof mau Msc. Yang penting tetap teguh dg kode etik seorang ilmuwan. Ilmuwan harus jujur.tidak bohong dan tidak memihak kepada siapapun selain kepafa ilmu pengetahuan itu sendiri.

Dari mana ukurannya zaini calon profesor nasab?..jangan asbun ya .. zaini orangnya gak objektif belaga kritis padahal hanya mereakai atas sesuatu yg dia tidak suka ditambah cara penyampaian pendapatnya didominasi jastifikasi akalnya jadi banyak sembrono nya. Liat tanggapan Dr.Manach Ali atas kritikan zaini perihal nasab.

Manusia dikasih akal untuk mengingkap rahasia2 sunnatullah, atau hukum2 alam. Hanya itu, tidak mungkin bisa menalar mukjizat. Dan kromosom y adam adalah mukjuzat asal dari semua kromosom y manusia.

@@winartowinarto8748 mukjizat ? 😊😊 kini Lo menerapkan mukjizat kepada Adam tapi tidak kepada Yesus ! Sekarang buktikan ayah Muhammad dalam Quran ada tidak?

Kalau ra sama org nglindur baru percaya,

Penderitaan yang harus dilalui oleh seorang korban sesungguhnya lebih terasa menyakitkan setelah kejadian itu. Sebagian perempuan akan mengubur dalam-dalam kenangan akan kejadian itu dan sama sekali melupakannya. Sebagian yang lain mengalaminya dalam kondisi ketidaksadaran. Namun, mengetahui bahwa dirinya mengandung seorang anak manusia, Maria mengatakan “ya” pada takdirnya. Malaikat Jibril dalam Injil yang dicatat 1-2 abad setelah masa Maria, maupun midrash dalam Alquran yang berusia 6 abad sesudahnya, memperlambangkan suatu pikiran positif, energi positif, yang Maria rengkuh dan terima dalam pergumulan ini. Roh Kudus memperlambangkan segala perbuatan baik, segala perbuatan ilahiah, yang dilakukan melalui perbuatan-perbuatan manusia. Meskipun seorang anak manusia “terjadi” karena hal-hal yang tidak diinginkan ibunya, tetapi dalam dirinya bersemayam roh yang kudus. Kita semua, manusia, hidup dalam roh, yang kudus, yang sakral. Maria tidak menggugurkan janinnya. Dan, Yusuf, tunangannya, bergumul juga untuk menerima kehadiran bayi tersebut. Tetapi, seperti Maria, malaikat menenangkannya. Bilamana Yoakhim dan Hannah melakukan akikah berupa domba-domba, Yusuf dan Maria hanya mempersembahkan sepasang burung -- sebagai akikah. Injil Sinoptik tetap menceritakan Yusuf dan Maria sebagaimana lazimnya masyarakat adat Israil: Yesus bukan dewa atau anak Dewa, yang tidak diakikah dan tak melalui ritus-ritus peralihan. Dia Anak Manusia. Adanya versi-versi yang berbeda, maupun midrash-midrash yang beragam, terhadap kisah kelahiran Maria dan kelahiran Yesus, sebetulnya masih memiliki benang merah yang sama, dan kesemuanya ada untuk menekankan suatu pesan tertentu yang khas, yang masing-masing mungkin berbeda satu sama lain. Ini karena masing-masing untuk segmen dan tujuan yang berbeda-beda, tetapi tujuan utama dan intisarinya adalah sama. Maria yang melahirkan di bagian rumah di mana hewan-hewan ternak juga biasa ditempatkan, maupun Maria yang sakit karena hendak melahirkan di bawah pohon kurma: tidak harus selalu diartikan sebagai peristiwa yang aktual. Apalagi bila yang terakhir adalah midrash tentang peristiwa sebelumnya, maka tujuannya bukanlah sebagai historiografi, tetapi sebagai pesan kearifan. Surah Maryam dalam Alquran mengandung muqatta’at, Kaf-Ha-Ya-Ain-Sad, suatu petunjuk yang terang bahwa ayat-ayat di dalamnya merupakan midrash terhadap kitab-kitab atau teks-teks berinisial K-H-Y-Ain-Sad. Cerita-cerita di kalangan Yahudi yang berkembang pada masa Muhammad sangatlah memojokkan latar belakang Yesus. Stigma yang sangat kejam untuk Maria dan perempuan seperti dirinya. Mengapa hal-hal ini menjadi perselisihan sengit antara kubu Yahudi (Oriental) dengan kubu Kristen (Oriental) saat itu? Ini ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa dimana umat Kristen mengalami penindasan di Yaman, dan dibebaskan oleh Jendral Abrahah. Meskipun telah ada perayaan Hari Raya Sujud (Sigd), untuk merekonsiliasi kedua umat beriman (heymanot; mukmin) di wilayah Oriental, tetapi orang Kristen tetap mendapat pengrisakan dari orang Yahudi karena cerita mengenai kelahiran Yesus. Rasulullah Muhammad bermaksud menekankan kembali Injil-injil Oriental yang menceritakan Yesus bayi berbicara bagi membela ibunya dari penghakiman masyarakat adat: Maria telah melakukan tinaf dari Yusuf, tunangannya. Beberapa Talmud Yahudi mencatat hal yang diduga merupakan kisah Maria, yang digambarkan sebagai pelaku tinaf. Injil-injil Oriental itu, dan dikukuhkan oleh Alquran, menegaskan bahwa kehamilan atau adanya bayi tidak dapat menjadi alat bukti bagi tinaf (adultery). Dalam hal ini, Maria tidak melanggar kesepakatan “naaf” dengan Yusuf. [Saya menghindari menggunakan kata “zinah” karena kata ini telah menghasilkan banyak kerancuan dan kekeliruan fatal]. Jadi, bilamana Yesus memfatwakan kembali mengenai sanksi dalam Hukum Adat Musa terkait pelanggaran na’af atau tinaf, dalam kisah batu, maka Muhammad mengambil cerita dari Injil-injil Oriental untuk menggambarkan bahwa Hukum Adat Musa terkait sanksi terhadap pelaku tinaf tidak dapat diberlakukan meskipun seorang perempuan hamil dan melahirkan bayi tanpa seorang suami atau seperti yang dialami Maria: hamil saat ia dalam masa pingitan.

Ada maksud dari Injil-injil yang kerap diabaikan oleh kita, bahwa Maria disebut perawan baik karena ia memang tidak melanggar Dekalog, maupun karena ia memang mengandung Yesus tanpa berbuat dosa - dalam hal ini bukan karena tinaf (salah satu sila dalam 10 Kalimat Allah atau Dekalog). Di samping tentunya bahwa kata “Perawan” yang digunakan dalam Alkitab ternyata juga lazim digunakan kepada perempuan-perempuan yang baik, tanpa bermaksud sebagai status perkawinannya. Namun, adanya kisah-kisah mengenai Maria yang terkejut bahwa dirinya akan hamil sedangkan “tak pernah disentuh lelaki” memberi suatu petunjuk kepada kita mengenai apa yang Maria alami. Menurut pembacaan sastra saya pada berbagai Injil, Maria adalah perempuan dan bukan laki-laki, jadi skenario ia terlahir dengan saudara kembarnya agak sulit saya terima berkesesuaian dengan kesatuan Injil-injil tersebut. Manusia juga masih belum seperti reptilia untuk mampu mengalami parthogenesis. Dan, 2000 tahun lalu belum ada bayi tabung maupun kloning dan teknologi reproduksi artifisial lainnya. Kisah-kisah Empat Kitab menunjukkan bahwa kitab-kitab berikutnya me-midrash, menggubah maupun mengulang versi baru dari teks-teks sebelumnya sambil menanggapi kejadian-kejadian berikutnya dengan merelasikannya dengan yang sebelumnya. Yesus dan Muhammad menafsirkan kembali teks yang ada dalam Ulangan mengenai sanksi terhadap pelaku tinaf, maupun perkosaan, sehingga sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran dikembalikan pada maksudnya. Menurut saya, mereka tidak ingin memberi sanksi dengan efek jera. Sebaliknya, justru terlebih dahulu mengupayakan sanksi dengan maksud mendidik, dan mengupayakan pencegahan dari pelanggaran kejahatan. Penjahat-penjahat dipisahkan atau dihalangi dari berada dalam masyarakat yang damai dan aman sentosa, itulah maksud penting dari menghukum, bukan dalam konteks dendam. Pada masa Muhammad tak ada sanksi-sanksi sebagaimana yang diterapkan pada masa kekhalifahan. Kisah-kisah Empat Kitab menunjukkan cerita-cerita mengenai manusia kudus, maksum, maupun suci bukanlah karena mereka sama sekali tidak melakukan kesalahan, tidak terlempar dalam dampak dahsyat kejahatan sesama manusia, tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dari alam seperti bencana alam atau penyakit, dan seterusnya. Manusia hanya dapat menjadi manusia seutuhnya bilamana mereka melakukan kesalahan. Orang-orang yang tidak kudus, tidak maksum dan tidak suci, ialah mereka yang tidak belajar dari kesalahan, dan selalu mengulangnya dengan sengaja. Orang-orang kudus dan maksum itu bukan berarti begitu digdaya atau begitu sakti menghadapi berbagai tantangan kehidupan dan penderitaan, tetapi justru kepasrahan dan ketakwaan digambarkan begitu natural dan apa adanya sebagai manusia, dengan kegigihan untuk mencari makna-makna (baru) dari setiap tantangan dan masalah yang ia hadapi. Kecendrungan manusia mungkin mencari katarsis, atau pun pelarian, kepada hal-hal yang ajaib, yang mengawang-awang, untuk menenangkan atau meredakan yang menggelayut dalam batinnya, yang membebani pikirannya. Kita pergi ke diskotik, atau pergi ke majlis zikir, atau ke alam terbuka untuk bermeditasi. Yang ke diskotik menenggak alkohol atau mereguk psikotropika, dan yang ke majlis zikir berfokus berzikir dan bersalawat, sedangkan yang ke alam terbuka duduk bersila, berfokus dalam yoganya. Kalau kita boleh jujur, saat semua itu terjadi, kita mencoba membawa pikiran-pikiran kita ke tempat yang lain, dan berharap akan adanya perubahan seketika juga untuk menjawab persoalan kita atau pun meringankan rutinitas kita yang membosankan. Itulah sebabnya banyak cerita dengan pesan-pesan kearifan penting lebih disukai dengan bumbu-bumbu keajaiban - yang acap kali tidak masuk akal, karena ia terjadi seolah-olah tanpa suatu proses, dan dalam sekerdip mata dapat mengubah segala-galanya. Padahal, menjadi manusia seutuhnya pastilah melalui proses, yang kalau tidak, dan dianggap tidak melalui semua proses manusiawi, maka ia tak lain adalah dewa sebagaimana pandangan masyarakat purbakala dengan segala keistimewaannya, yang kemudian dikultuskan, atau diglorifikasi sedemikian rupa. Tetapi, kisah Maria melahirkan Yesus, sudah seharusnya dikembalikan pada intisarinya. Tentang menjadi manusia seutuhnya, dan bukan tentang menjadi dewa dan dewi. Berapa banyak kisah dalam Alkitab seperti Hannah dan Yoakhim yang mengharapkan anak, yang diulang-ulang, tetapi mulai dari Taurat sampai Alquran tidak ada cerita mengenai langit menurunkan labu besar atau timun raksasa berisi bayi? Menjadi manusia seutuhnya: karena untuk inilah Kisah Sinai ada, dan Dekalog menjadi pokok penting, dalam kisah-kisah masyarakat adat Israil. Para nabi, rasul, imam, hakim, raja, wali/santo dan sekalian resi-nya adalah mereka yang menggumuli kehidupannya, mengupayakan untuk tetap memelihara Dekalog, jika bersalah memperbaikinya, jika berdosa memulihkannya [bertaubat], dan mereka pun juga berupaya memulihkan masyarakatnya yang melanggar -- memulihkan kemanusiaan.

Karena terlalu banyak membahas keajaiban-keajaibannya umpama kisah dewa-dewi, atau terlalu sibuk membahas versi sejarahnya, umatnya justru jadi kehilangan kepekaannya sebagai manusia. “Maria dapat melakukannya karena ia nabiah, sedangkan saya hanya manusia biasa,” atau “Yesus adalah anak Allah [suatu gelar mulia] yang selalu disertai Roh Kudus, ia Immanuel, maka ia pasti mampu melakukannya, tapi saya kan bukan siapa-siapa.” Karena mereka tak mungkin bersalah, sedangkan kita pasti akan bersalah, dan bahkan berdosa. Ada empat perempuan dalam daftar sanad atau silsilah Yesus, selain Maria: (1) Tamar, yang menjebak “mantan” ayah mertuanya, Yehuda, ke dalam sighe atau nikah mut’ah demi melahirkan keturunan dari trah Yehuda; (2) Rahab, perempuan yang saya pikir ialah seorang yang berprofesi seperti geisha sehingga dapat membantu Yoshua dan bangsa Israil menguasai negeri orang Kana’an; (3) Ruth, perempuan yang terpaksa memikat seorang pria, Boaz, agar ibu mertuanya beroleh keturunan dalam wangsanya; dan (4) Bathsheba, perempuan yang memilih get [surat cerai] daripada meneruskan perkawinannya dengan Uriah, yang berambisi pada karir daripada keluarga. Bathsheba memilih Daud, seorang raja - dan akhirnya mengantarkan Sulaiman duduk ke tampuk kerajaan berikutnya, padahal Sulaiman bukan putra sulung atau pun putra yang digadang-gadang Daud untuk menggantikannya. Dia konon adalah ibu yang memberi nasehat kepada Lemuel, tentang istri ideal (Amsal 31). Kalau kita memerhatikan semua cerita tersebut, maka kita akan mendapati bahwa bukan hanya para lelaki, tetapi juga perempuan-perempuan dalam masyarakat adat Israil, yang bergumul, jatuh dan bangun, berupaya dalam keterlemparan takdir mereka, atau pun melakukan kesalahan, apapun itu tapi berusaha memulihkan, memperbaiki diri maupun memulihkan masyarakatnya. Dan, Yesus, lahir dari Maria, dan dari Hannah, yang juga berupaya menemukan makna-makna baru dalam kehidupan mereka, dan berupaya mencapai cita-cita mereka. Kepasrahan dan ketakwaan mereka yang digambarkan dalam Empat Kitab bukanlah “pasrah bongkokan”, tetapi justru dalam azam yang kuat bahwa mereka akan dapat melaluinya. Apapun hasilnya. Tentu saja, cerita-cerita tersebut memberikan “happy ending” seperti dalam film-film Bolywood. Dan, kita semua tahu, mengapa. Tetapi, semua yang memberdayakan akal budi dan hati nuraninya akan mengerti bahwa ini semua terkait mengenai iman (hal-hal yang tak terindra; yang gaib; yang “invisible” dalam rangkaian hukum kausalitas dan Jejaring Indra), mengenai harapan, dan mengenai cinta. Hal-hal yang diperlukan dalam proses menjadi manusia seutuhnya. Selamat Natal! Rahayu, RA Gayatri WM.

Kalau indonesia khususnya jawa yg banyak h o yg dekat ke nabi Muhammad

kzfaq.info/get/bejne/briogbeo29u9kXk.html

Mungkin Bisa atau setidaknya lebih lanjut kalau approach nya dilihat dari sudut pandang energi atau atom / kuantum.

Proses kehamilan Mariya memang takdir yg tidak bisa dicerna akal. Tapi Isa As bisa dicerna akal. Karena tidak beda dengan manusia lain dari mulai embrio berkembang dan tumbuh dewasa secara normal layaknya manusia didunia.

kan udah di jawab..klo mau jawaban simple itulah mukzijat alloh 😂😂😂

kzfaq.info/get/bejne/briogbeo29u9kXk.html

kzfaq.info/get/bejne/briogbeo29u9kXk.html

Terimakasih jawabannya bapak doktor ❤

Njlimet bin ruwet....😅 kuliah gratis

kewajiban kuliah. Semua anak yang belajar ilmu biologi dan biologi terapan harus belajar genetika

Nama Maryam kan kalau nggak salah disebut di Al-Quran.

Ya gapapalah, kita pakai keduanya. Ibunya Ibrahim bin Muhammad khan juga Maria Al Qibtiyah

Kejauhan. Manusia juga bisa berubah jadi laki bisa jadi perempuan. 😂😂

Dan manusia diwajibkan belajar dan terus belajar untuk mengungkap rahasia alam semesta ciptaan Alloh. Untuk itulah manusia diberi akal lebih dibandingkan mahluk yg lain.

​@@sutardjogsindhu1090dan bukannya mengkhayal sampai2 seolah setara dg Tuhan Semesta Alam... Itu bkn jd ilmuwan tp jd ODGJ...

Mungkin. Itu wilayahnya ahli tafsir TAPI yang juga menguasai ilmu genetika dan biologi molekuler. Ya kelak mungkin ada alumni pondok yang mau mempelajari itu.

Budakk yemenn

Budak mah kalo blajar yg ilmiah kepalanya bisa pecah, otaknya gk akan mampu. Bisanya cm terima dongeng2 halu..sambil garuk2 pantat.😂

Dirungokno maneh cok ben paham, biar bisa nyimpulin