Рет қаралды 178,380
Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru.
Baca Selengkapnya: kaltim.tribunnews.com/2024/03...
Simak informasi seputar ibu kota negara alias IKN Nusantara terkini.
Tengok kisah pembongkaran rumah warga di IKN Nusantara.
Ya, perintah pembongkaran rumah ratusan warga yang berada di area IKN Nusantara jadi sorotan publik.
Sebagian pihak menilai pemerintah seakan kembali pakai cara Belanda kuasai tanah rakyat di IKN Nusantara.
Diketahui, sekitar 200 warga di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur mendapatkan surat dari Otorita Ibu Kota Nusantara.
Isi surat tertanggal 4 Maret 2024 itu meminta agar warga segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal ini, Otorita IKN memberikan batas waktu selama 7 hari agar warga segera angkat kaki dari tanah yang telah ditinggali selama puluhan tahun.
Herdiansyah Hamzah, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur mengatakan, surat tersebut mayoritas diberikan kepada warga di Desa Pemaluan.
"Surat yang tertanggal 4 Maret 2024 itu sebenarnya tidak hanya menyasar warga di Pemaluan saja, kalau informasi dan keterangan yang dihimpun kawan-kawan di lapangan, itu juga menyasar warga di daerah lain, Sukaraja, Bumi Harapan, dan lain sebagainya," ujarnya dalam webinar pada Rabu (13/03/2024).
Akan tetapi, surat tersebut belakangan dibantah oleh pihak Otorita IKN, dan juga telah ditarik dari para warga yang menerimanya.
"Kami merasa bahwa (penarikan) surat itu hanya menunda-nunda saja proses eksekusi terhadap upaya paksa pembongkaran rumah-rumah warga, substansi pokoknya adalah bagaimanapun upaya untuk meminta warga angkat kaki dari tanahnya sendiri, pembongkaran rumah-rumah warga, itu pasti akan dilakukan, ini hanya soal waktu saja," terangnya.
Menurut dia, landasan pengusiran warga ialah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2022 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara.
Sementara, dalam pembuatan Perpres tersebut dinilai tidak memiliki basis pendataan warga dan tidak ada partisipasi warga yang memadai.
"Jadi kami di koalisi berdiskusi dan berkesimpulan, Perpres yang dijadikan sebagai dasar itu cacat secara prosedural dan material karena kita mesti melihat dan menghargai keberadaan warga sudah ada lebih dulu di sana," tandasnya.(*)
Editor: vp02_Fz