Рет қаралды 6,472
Bisnis coffee shop itu mahal, nggak ngotak, dan rawan bangkrut. Itu adalah statementku beberapa waktu silam. Hingga kini malahan. Dan aku ingin membuktikan bahwa statement tersebut salah.
Karena itulah aku tertarik untuk mengobrol dengan pemilik bisnis kopi, yang berjuang mendapatkan penghasilan dari bidang tersebut. Dan aku menemukan sebuah coffee shop atau lebih tepatnya warung kopi, yang tampak seperti anomali. Namanya tunjung jaya.
Saat pebisnis kopi berbondong-bondong menciptakan coffee shop megah dengan segala peralatan mahal, yang satu ini justru menepi. Menjangkau area pasar tradisional yang hampir tak lagi aktif. Di sanalah, di kios pasar yang sepi itu, tunjung jaya beroperasi.
Aku sudah ke sana beberapa kali. Cukup akrab juga dengan para barista atau tukang seduh, dan juga dengan owner, atau tukang konsepnya. Dan sore pada hari sabtu itu, aku datang ke sana untuk ngobrol dengan Mas Andre, sang tukang konsep TunjungJaya.
Awalnya aku ingin melakukan podkes. Tetapi setelah beberapa saat, rasanya dunia ini sudah terlalu banyak podkes. Karena itu, aku mengubah konsepnya, dan langsung bertanya kepadanya, tentang kenapa Tunjung jaya buka di pasar.
Salah satu hal menarik dari warung kopi ini adalah menunya yang beragam. Baik makanan dan minumnnya. Dan cukup tidak umum untuk sebuah warung kopi. Karenanya aku penasaran, sebenarnya konsep tunjungjaya ini arahnya ke mana.
Aku dulu pernah membahas terkait coffee shop yang nggak punya alat pengolah espresso tetapi malah punya mesin roasting. Dan ya, tunjungjaya ini yang aku maksud. Ini adalah keputusan yang cukup tidak lazim dilakukan, terlebih yang mereka malah pake mokapot, yang notabennya alat manual rumahan, sebagai senjata utama menciptakan ekstrak kopi. Apakah mokapot cukup apabila dihajar banyak pesanan? Dan kalau mesin roasting, bukankah ada banyak roastery yang bisa menyediakan roasted beans?
Di tunjung, mereka nggak pernah mengeluarkan budget sepeser pun untuk mengendors influencer coffee shop. Mereka memilih membranding media sosialnya, yakni instagram, sebagai senjata andalan untuk menarik masa. Dan harus diakui, pendekatan yang mereka lakukan berhasil. Kedekatan antara followers dan si minjung, admin tunjung, terbentuk sangat kuat. Terbukti dengan banyaknya followers yang curhat tentang banyak hal, mengeluh akan banyak hal, bahkan melaporkan keadaan darurat seperti vespa bermasalah di jalan. Sudah mirip ICJ ya. Dan branding di media sosial ini nggak cuma berhasil di media sosial saja. Sampai di warung, kedekatan itu tetap terjalin. Karena itu aku, kenapa sejak awal bisa terpikir untuk melakukan branding seperti itu?
Dan hebatnya, nggak hanya ramah dan dekat di media sosial, tetapi saat di warung, semua karyawannya juga bisa ramah, meski situasi sedang ramai-ramainya.
Aku pernah membahas di instagram bahwa untuk menciptakan barista yang superpower, maka butuh owner yang juga superpower. Tunjungjaya adalah inspirasi dari konten tersebut. Kira-kira, bagaimana cara mereka untuk menciptakan para barista over power itu?
Dan menariknya, untuk menciptakan barista atau tukang seduh yang over power itu, konon tidak harus mencari barista yang berskill tinggi. Apa benar?
Branding yang kuat di media sosial, bisa saja adalah kunci kenapa tunjung jaya bisa menjadi seperti sekarang ini. Ini bisa menjadi contoh bagi pebisnis coffee shop lain, bahwa branding itu sangat penting. Coffee shop bisa saja tampak seperti dibangun dengan budget dua puluhan juta, tetapi modal aslinya, bisa saja ratusan juta, dan sisanya digunakan untuk membangun branding. Karena saat ini, semua coffee shop punya produk yang enak, lantas kenapa pelanggan harus datang ke coffee shop tertentu kalau semua produk enak? Ya branding yang kuat, bisa menjadi kunci utamanya.
Setidaknya itu berlaku untuk tunjungjaya. Pertanyaannya sekarang adalah, saat coffee shop lain terinspirasi melakukan hal yang mirip dengam tunjungjaya, bagaimana mereka bisa menghadapinya?
Lokasi di Toendjoeng Djaja
Narasumber : Andreas Setyawan
#coffeshop #coffee #coffeehouse #cafe #baristaindonesia #barista