Dalam Injil Yohanes 14, 24 Yesus berkata, “Jika ada orang yang mengasihi Aku, ia akan menuruti ajaran-Ku. Ayahku akan mencintainya, dan kami akan datang kepadanya dan serumah dengannya. Siapa yang tidak mencintaiku, dia tidak akan menaati ajaranku. Kata-kata yang Anda dengar ini bukanlah kata-kata saya; itu milik Bapa yang mengutus aku.”
Ketaatan adalah ekspresi kasih kita kepada Tuhan. Lebih dari sekedar perbuatan baik, lebih dari sekedar niat yang paling mulia.
Surat kepada Jemaat Ibrani menyatakan bahwa Ketaatan adalah tindakan iman. (Ibr 11:8). Yesus, pada awal penderitaannya, menunjukkan sikap teladannya dalam menaati kehendak Bapa, dengan mengatakan, “Bapa, jika Engkau bersedia, ambillah cawan ini dariKu; namun bukan aku yang akan melakukannya, melainkan milikmu yang akan selesai.” (Luk 22:42)
Istilah ‘ketaatan’ berasal dari bahasa Latin, ‘oboe dire’ yang berarti mendengarkan dengan sungguh-sungguh, membuka telinga, memperhatikan dalam praktik. Ketaatan adalah “suatu kebajikan moral yang mencondongkan keinginan untuk menuruti keinginan orang lain yang mempunyai hak untuk memerintah.” Menurut St. Thomas (II-II, q. 104), ketaatan adalah suatu kebajikan khusus, berkaitan dengan keadilan, yang dengannya kita memberikan penghormatan khusus kepada atasan kita yang menjadi haknya karena keunggulan wewenangnya, yaitu pemenuhan sila-silanya. atau perintah.” Oleh karena itu, seseorang yang berakar pada ketaatan, menyerahkan kehendaknya kepada yang mempunyai kekuasaan yang sah atas dirinya.
Katekismus Gereja Katolik membahas keutamaan ketaatan sebagai suatu kewajiban. “Kewajiban ketaatan menuntut semua orang untuk menghormati otoritas dan memperlakukan mereka yang ditugaskan untuk melaksanakannya dengan hormat, dan, sejauh hal itu memang pantas, dengan rasa terima kasih dan niat baik.” (1900)
Ketaatan berasal dari kasih dan penghormatan terhadap otoritas atasan untuk memerintah demi kebaikan bersama di bawah Tuhan sebagai penguasa tertinggi. Inilah alasan yang tepat mengapa setiap atasan harus ditaati dengan tekun. Kebaikan bersama, yang merupakan kebaikan kita yang sejati dan lebih tinggi, tidak dapat diperoleh tanpa ketaatan.
Dengan mengamalkan ketaatan kita, Tuhan menjanjikan kepenuhan hidup, kesempurnaan, perkenanan Tuhan, karena ketaatan. Terlebih lagi, dengan taat, kita menerima kuasa Roh Kudus. Paus Fransiskus, dalam homilinya[2] mengatakan bahwa “Yesus bukanlah kesaksian suatu gagasan, filsafat, perusahaan, bank, atau kekuasaan: Ia adalah kesaksian ketaatan”, oleh karena itu, “Umat Kristiani adalah seorang kesaksian ketaatan; jika kita tidak berada di jalur ini dan bertumbuh dalam kesaksian kita, kita bukanlah orang Kristen. “Setidaknya kita harus berjalan seperti ini”, lanjutnya.