Рет қаралды 34,291
KI AGENG BAGUS MADUSENO
Kali ini kita berziarah dimakam/petilasan KI AGENG BAGUS MADUSENO
di Kampung wisata gerabah desa gebangsari kecamatan klirong kabupaten kebumen jawa tengah.untuk menuju makam akses jalan mudah dan bisa dilalui kendaraan roda dua dan roda empat.kondisi makam terawat karena baru ditemukan oleh salah satu pemuka agama diwilayah tersebut. makam ki agung bagus maduseno berada pada areal makam khusus seluas kurang lebih 140 m2 yang terdiri bangunan utama makam ki ageng bagus maduseno dan istri beliau yaitu dewi retno palupih serta para punggawa dan abdi dalemnya.kondisi makam terawat dan tidak terkunci.
Sedikit cerita KEGAGALAN menundukkan Ki Ageng Mangir IV, Penembahan Senapati raja mataram islam disarankan oleh Juru Mertani penasehatnya untuk menggunakan cara lain. Karena Ki Ageng Mangir masih lajang dan sangat tertarik dengan kesenian Tayub, maka Panembahan Senapati menggunakan Retna Pembayun putrinya sebagai rantai emas.sehingga ki ageng wanabaya IV tertarik dan memperistri retno pembayun.setelah menjadi suaminya retno pembayun mengajak ki ageng mangir untuk menghadap panembahan senopati.dan akhirnya peristiwa berdarah pun terjadi Ki Ageng Mangir kepalanya dibenturkan oleh Panembahan Senapati pada batu gilang pada saat ki ageng mangir sowan sungkeman kepada mertuanya tersebut.SelanjutnyaSetelah kematian ki ageng mangir wanayaba penguasa mangir,istri ki ageng mangir wanabaya yaitu putri retno pembayun masih mengandung saat itu masih mengandung 7 bulan.
Dewi retno Pembayun menjadi janda, ia hidup sebagai putri triman yang hidup di luar tembok kraton, sekaligus untuk menghilangkan kepedihan hati atas kematian suami tercinta. Dalam keadaan hamil ia kemudian dikawinkan dengan Tumenggung Teposono, putra Ki Ageng Karanglo. Kepada Tumenggung Teposono ada pesan wasiat dari pihak kerajaan agar kelak setelah bayi lahir segera dibunuh, supaya tidak menjadi "duri dalam daging" bagi masa depan kerajaan Mataram. Dikabarkan setelah Dewi Pembayun melahirkan bayi laki-laki, ia langsung meninggal dunia (sedo konduran). Ki Ageng Karanglo tidak tega membunuh bayi mungil yang tidak berdosa itu.
Untuk menyelamatkannya, maka oleh Ki Ageng Karanglo bayi tersebut dibawa ke arah Barat sampai ke tlatah Kebumen dan diberi nama Bagus Maduseno (atau Bagus Wonoboyo). Sampai wafatnya Panembahan Senopati, keberadaan Madusena tidak diketahui oleh keraton. Sampai dengan Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyakrawati Ia tidak dicari lagi.
KI AGENG Madusena Pada masa remaja mengembara ke arah barat dan menetap (tinggal) di daerah Waja menikah dengan retno palupih putri dari Pangeran Hadi dan mempunyai anak Bagus Bodronolo. Dalam pengembaraan Bagus Bodronolo menjadi murid Ki Ajar Geseng dan di ambil menantu oleh Ki Buyut Wanapatra,kemudian menjadi bupati pertama kebumen makamnya didesa karangkembang kecamatan alian kabupaten kebumen. Ki bagus bodronolo mempunyai anak Ki Bagus Kertasuta, beliau mempunyai anak Ki Bagus Curigo dan menurunkan Ki Bagus Kertodipo dan Ki Bagus Kertowongso. Tokoh terakhir inilah yang kemudian dapat gelar Kolopaking I.
Anak kedua Ki ageng Madusena lahir pada tahun 1605 diberi nama Bagus Jagabaya. Dikisahkan ia mengembara ke arah timur dan menjadi Adipati Lamongan. Ia kemudian berguru di pesantren Bangil. Pada tahun 1607 lahir anak ke 3 Madusena diberi nama Rara Perkis (Nyi Ageng Perkis) ia hidup bersama orang tuanya.
Kisah ki ageng Madusena yang dicari - cari karena dianggap membahayakan dikemudian hari bagi Mataram mengakibatkan ia hidup berpindah - pindah. Madusena diganti nama oleh Ki Gondamakuta menjadi Astrabaya. Astrabaya memiliki arti sebagai berikut:
Astra bermakna senjata
Baya bermakna berbahaya
Kata Baya juga sebagai pengingat kepada ayahnya (Ki Ageng Mangir) yang berjuluk Wanabaya. Jadi Astrabaya bermakna pula senjata yang berbahaya mengingat posisinya saat itu tengah dicari oleh keraton Mataram sebagai sosok yang berbahaya keturunan dari Ki Ageng Mangir/Wanabaya.
makamkeramat#kebumen#wisatareligi