KABARBURSA.COM - Senin, 8 Juli 2024, bursa saham Asia-Pasifik dibuka bervariasi dengan investor menantikan data ekonomi penting dari Amerika Serikat dan China yang akan dirilis akhir pekan ini. Nikkei 225 Jepang turun tipis bersama dengan Topix yang melemah 0,17 persen, dampak dari upah riil Jepang yang terus menurun selama 26 bulan berturut-turut. Di sisi lain, Kospi Korea Selatan naik 0,21 persen dan Kosdaq yang berkapitalisasi kecil melonjak 0,42 persen, menunjukkan optimisme pasar. Namun, S&P ASX 200 Australia mengalami penurunan 0,1 persen, menambah kerugian dua hari berturut-turut.
Nilai tukar rupiah diproyeksi akan terus menguat pada perdagangan Senin, 8 Juli 2024. Sentimen yang mendukung penguatan ini berasal dari sentimen risk-on di pasar keuangan Asia serta cadangan devisa Indonesia yang positif. Pada perdagangan Jumat, 5 Juli 2024, rupiah di pasar spot menguat 0,32 persen ke posisi 16.278 rupiah per dolar Amerika Serikat. Di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, rupiah juga menguat 0,18 persen ke level 16.312 rupiah per dolar Amerika Serikat.
Pasar keuangan tengah menantikan rilis sejumlah data penting ekonomi minggu ini, termasuk Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat dan inflasi AS yang akan dirilis pada Kamis. Kedua sentimen ini sangat penting karena dapat mempengaruhi pergerakan rupiah di tanah air. Dalam video kali ini, kami akan membahas pengaruh rilis data ekonomi tersebut terhadap nilai tukar rupiah. Bergabung bersama kami adalah Wiryawan, Direktur Bisnis dan Pengembangan Kabar Bursa Dot Kom serta praktisi pasar modal yang berpengalaman.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung lesu pada awal perdagangan sesi satu, Senin 8 Juli 2024. Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka turun 0,12 persen ke posisi 7.244,68. Nilai transaksi IHSG pada awal sesi satu sudah mencapai sekitar 1,5 triliun rupiah dengan volume transaksi mencapai 3,5 miliar lembar saham yang ditransaksikan sebanyak 222 ribu kali. Investor tampak berhati-hati dan cenderung menanti rilis data ekonomi dan agenda penting pada hari ini hingga beberapa hari ke depan. Data inflasi Amerika Serikat dan inflasi China menjadi fokus utama karena dapat memberikan gambaran tentang kondisi ekonomi global dan potensi pergerakan pasar ke depan.
Prospek aset kripto tetap dipandang positif meskipun berada dalam tekanan. Adopsi teknologi blockchain menjadi faktor utama yang mendorong optimisme ini. Berdasarkan data CoinMarketCap, harga Bitcoin sempat tertekan hingga di bawah 55 ribu dolar Amerika Serikat pada Jumat, 5 Juli 2024. Namun, pada Minggu, 7 Juli 2024, harganya kembali naik ke 57 ribu 128 dolar Amerika Serikat. Sentimen utama yang mempengaruhi harga kripto ini meliputi perkembangan regulasi, faktor makro ekonomi seperti inflasi dan suku bunga, serta kemajuan teknologi dalam ruang blockchain. Perkembangan regulasi yang lebih jelas dapat memberikan kepercayaan lebih kepada investor dan mendorong adopsi yang lebih luas. Di sisi lain, faktor makro ekonomi seperti inflasi yang tinggi dan suku bunga yang naik dapat memberikan tekanan pada harga aset kripto.
#Saham #SahamAsia #BursaAsia #IHSG #investor #Rupiah #Dolar #InflasiAS #Kripto #Berita #BeritaTerkini #TitaniumInvestor