Amin Mbak Rosa. Kiranya umat kita tetap setia dalam ikatan perkawinan dan berjuang semaksimal mungkin dengan memohon rahmat Allah agar TIDAK MELAKUKAN PERCERAIAN.

Saya mohon penjelasan sampai saat ini saya belum mendapatkan kepuasan pelayanan dari gereja setempat Saya pingin Saya mau mendapat menerima sakramen ekaristi kembali tetapi sampai saat ini saya tidak bisa mendapatkan yang pelayanannya memuaskan saya mohon penjelasan❤p

Amin. Tuhan memberkati

Mbak Valeria, kami doakan Mbak Valeria bersama Suami kiranya berjuang bersama-sama untuk setia dalam ikatan perkawinan. Sangat indah Sabda Tuhan dalam Kitab Wahyu 2: 10: "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan”. Tuhan memberkati

Tuhan memberkati Pak Agustinus. Kita doakan keluarga-keluarga Katolik agar sungguh menjadi CONTOH yang memelihara kesetiaan

Sama-sama Sdr. Lousye. Tuhan memberkati

Sama-sama Saudaraku. Tuhan memberkati

10 perintah Allah, salah satunya JANGAN BERZINAH. Ini HUKUM ALLAH. Sedangkan pendapat Rm. Magnis pendapat PRIBADI. Silahkan pikirkan sendiri. Maaf ini pendapat pribadi.

Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa bukan untuk membinasakannya. Anak anak guruh, Yakobus dan Yohanes ingin orang Samaria dihukum dan dihanguskan dg api dari langit..... Ada cinta ada pengampunan....ada pula kemarahan...

Pendapat Rm Magnis itu secara kategoris *bisa* dibenarkan. Kata *bisa* itu berarti "tidak tertutup kemungkinan". Tentu semua kemungkinan selalu mengasumsikan adanya syarat. Oleh karena itu, "dalam kondisi tertentu" itu sudah melekat. Beda kalau pernyataan Rm Magnis eksplisit berbunyi "dalam kondisi apa pun diperbolehkan". Saya setuju bahwa pernyataan Rm Magnis perlu dibaca dengan cermat, tidak tergesa-gesa.

Terima kasih Pak Wahyu atas komentar dan peneguhan bahwa kita "perlu bijak memahami". Kalau saya amati "perjalanan Gereja", ada satu hal yang sangat penting sehingga dikatakan berjalan bersama, yakni saling terbuka pada koreksi. Dalam kesimpulan Romo Magnis itu, beliau tentu punya niat baik. Tapi, kita perlu mengingatkan dan tidak "sungkan" mengoreksi bahwa dalam catatan kaki no. 351 dalam Amoris Laetitia, Bapa Paus Fransiskus mengawali pernyataannya dengan frasa yang menentukan "in certi casi" (dalam kasus-kasus tertentu), jadi tidak untuk digeneralisasi. Tuhan memberkati

Saya pikir bukan tdk perduli. Tapi perlunya keterbukaan dan komunikasi terhadap pastor tsb. Latar belakang pernikahan dan niat pertobatan. Agama sangat sensitiv dinegara kita.

1 Kor 11 ay.27-29

Tentu bijak bahwa Asim itu tidak mau mempermalukan yang bersangkutan di depan umum. Ini tindakan baik. Nah, setelah itu, apa yang seharusnya dilakukan oleh Asim? Asim perlu mengajak orang itu agar membereskan perkawinannya. Tentu cara menyampaikan dilakukan secara elegen dan simpatik. Jika tidak memungkinkan Asim ini melakukan itu, dia bisa memberitahukan ke Pastor paroki agar dicari solusi dan bukan justru dibiarkan. Tuhan memberkati

Saudariku Birgita yang baik, semoga persiapan perkawinannya berjalan dengan lancar. Kami doakan Birgita dan calon suami. Bagi kita umat Katolik, perkawinan merupakan panggilan. Pasangan suami-istri diangkat oleh Tuhan sebagai Co-CreatorNya dalam "melahirkan manusia" di dunia ini. Sejak manusia diciptakan, Allah tidak lagi menciptakan manusia langsung dari tanah tetapi melalui pasutri. Tuhan memberkati

@@PostinusGuloOSC ...amin...amin Terima kasih Romo utk dukungan doanya.Semoga apa yg kami harapkn dpt terwujud dan bisa meneladan klrg kudus dr Nazareth.Tuhan memberkati.

Bapak Sigit yang baik, terima kasih atas komentarnya. Terima kasih atas keyakinan bahwa Tuhan Allah mencintai kita tanpa syarat, dalam kondisi apapun. Tuhan yang sama itu juga meminta kita memperbaiki diri, bertobat. Tentu Tuhan tidak membiarkan kita dalam keadaan doa terus-menerus, atau dalam keadaan pelanggaran terus-menerus. Ketika manusia pertama jatuh dalam dosa, Allah tidak membiarkan kita "terpisah" dariNya. Maka ia mengutus PutraNya, Yesus ke dunia agar KITA MANUSIA BERDOSA tak terpisah lagi dengan Allah, kita ditebus dari dosa, kita diberi pintu pada keselamatan. Tuhan memberkati

Di sinilah Gereja Katolik hrs gigih memperjuangkan krn keputusan MA tsb hanya menguntungkan pihak agama tertentu n kita akn berada pd pihak dirugikan

Mahkamah Agung itu dari negara, brrti hny berhak mengatur negara, jd yg dimaksud disitu adalah perkawinan campur dicatatan sipil, bukan di gereja.. kalau di gereja tetap ada dispensasi beda agama dan beda gereja.. pada prakteknya, putusan MA tsb seperti menekankan saja yang sdh berjalan sebelum ada nya itu putusan. Lagipula putusan kembali ke hakim di pengadilan dukcapil setempat. Itu yg saya tau 🙏

Orang yang ditinggal pergi dan diceraikan itu bisa menerima komuni, jika: a. Setelah ditinggal pergi (dan cerai) oleh pasangannya, ia tidak menikah lagi (tentu tidak sah) b. ia mengalami ketidak-adilan: ditinggal pergi oleh pasangannya. Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio art. 83 menulis sangat bagus tentang ajakan agar kita menguatkan "orang yang bercerai tetapi tidak menikah lagi", dengan menegaskan: "Situasi yang serupa dialami oleh mereka, yang bercerai, tetapi masih tetap menyadari bahwa ikatan pernikahan yang sah tidak dapat ditiadakan, dan karena itu mengelakkan keterlibatan dalam persatuan baru, serta masih tetap hanya menjalankan tugas-tugas mereka dalam keluarga dan tanggung jawab hidup Kristen. Dalam kasus-kasus seperti itu teladan kesetiaan mereka dan sikap konsisten secara Kristen beroleh nilai yang istimewa sebagai kesaksian di tengah masyarakat dan dalam Gereja. Di situ bahkan masih lebih perlu lagi bagi Gereja menyediakan cinta kasih dan bantuan terus-menerus, tanpa ada halangan apa pun untuk memperbolehkan mereka menerima Sakramen-Sakramen" (Misalnya, Sakramen Ekaristi atau Komuni Kudus). Tuhan memberkati

Sama-sama Mbak Yoannita. Tuhan memberkati

@@PostinusGuloOSC AMEN. 🙏🏻

Romo,bagaimana dgn yg sdh cerai nmun tdk menikah lg apakah boleh menrima komuni ?

Terimakasih Romo Pontinus utk penjelasannya

​@@wilfridusyulianus3995bantu jawab ya....yg sy dengar dr ceramah Rm Eko...kalau sdh cerai sipil tp blm/ tdk menikah lagi...msh boleh menerima komuni...krn secara agama mereka msh suami/ istri.

Selamat sore Mbak Mieke. Terima kasih atas pertanyaannya. Jika Mbak Mieke ditinggal dan diceraikan oleh pasangan sah dalam perkawinan, dan Mbak Mieke tidak menikah lagi, boleh menerima Komuni. Namun, jika setelah cerai sipil, Mbak Mieke lalu menikah lagi (tentu tidak sah menurut Gereja Katolik), maka Mbak Mieke terhalang menerima komuni. Jika ini terjadi, ada solusinya. Yakni, datang ke Pastor paroki dan ungkapkan niat untuk membereskan perkawinan terhadulu, misalnya memohon anulasi perkawinan. Jika ada dasarnya dan permohonan anulasi itu dikabulkan oleh hakim tribunal, maka Ibu bisa mengesahkan perkawinan secara Katolik (konvalidasi). Setelah Konvalidasi perkawinan, lalau Mbak Mieke bisa dan boleh menerima Komuni. Demikian jawaban saya. Tuhan memberkati

Selamat pagi Saudara AbilioXimenes. Sebaiknya mengesahkan pernikahan secara Katolik. Prosesnya sederhana. Silakan bicarakan kepada pastor di mana Anda merantau. Jika sudah tinggal di siatu tempat minimal 3 bulan (bahkan 1 bulan), maka di paroki itu Anda dapat diberi pelayanan Gereja, seperti pemberkatan atau pengesahan nikah. Sebelum perkawinan Anda itu sah secara Katolik, maka memang Anda terhalang sementara untuk menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi. Tuhan memberkati

Terima kasih Saudaraku atas pertanyaan ini. Sebenarnya ada informasi lain yang perlu dilengkapi: apakah mereka ini dulu nikah secara Katolik atau di luar Gereja Katolik dan tanpa dispensasi? Jika iya, maka perkawinan BEDA AGAMA yang dilangsungkan itu tentu TIDAK SAH SECARA KATOLIK. Tapi ada solusi, yaitu: pihak Katolik bersama pasangannya yang bukan Katolik mengesahkan perkawinan secara Katolik. Istilahnya adalah KONVALIDASI PERKAWINAN. Prosesnya pun mudah. Datang ke Pastor paroki. Beritahu semua rencana pengesahan perkawinan. Nanti Pastor paroki membantu: mempersiapkan perkawinan, penyelidikan kanonik, dan meminta dispensasi atas nikah beda agama. Tapi yang dimaksud nikah beda agama adalah perkawinan antara seorang DIBAPTIS KATOLIK dengan seorang TIDAK DIBAPTIS (seperti Muslim, Budhha, Hindu, Konghucu). Sementara nikah beda Gereja adalah perkawinan antara seorang DIBAPTIS KATOLIK dengan seorang DIBAPTIS PROTESTAN. Agar mendapat dispensasi atas nikah beada agama (dan agar nikah beda Gereja pantas dirayakan), pihak Katolik harus berjanji memenuhi syarat yang dituntut Gereja dalam KItab Hukum Kanonik Kanon 1125. Apa saja janjinya? Ini jawabannya: 1. Pihak Katolik berjuang tidak akan meninggalkan iman Katolik. 2. Semua anak yang akan lahir akan dibaptis secara Katolik. 3. Semua anak yang akan lahir akan dididik secara Katolik. Setelah mengesahkan perkawinan secara Katolik, maka pihak Katolik bisa menerima komuni kembali. Tuhan memberkati

Mohon maaf, saya tidak mengerti pertanyaannya. Jika kurang jelas pertanyaan tentu berpengaruh pada jawaban. Apakah maksudnya: orang itu menikah 2 kali (2 istri) dan dua-duanya ia nikahi secara Katolik? Kalau seperti ini pertanyaannya, maka, istri keduanya tidak sah kendati diberkati secara Katolik (sebab di sini berarti terjadi penyembunyian informasi bahwa ia tidak memberitahu masih terikat dengan istri pertama/belum pernah dianulasi). Yang sah adalah istri pertama.

Mbak Marselina yang baik, terima kasih pertanyaannya. Mantan prodiakon itu bisa menerima komuni, jika: a. Setelah ditinggal pergi (dan cerai) oleh istri, ia tidak menikah lagi. b. ia mengalami ketidak-adilan: ditinggal pergi oleh istri. Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio art. 83 menulis sangat bagus tentang ajakan agar kita menguatkan "orang yang bercerai tetapi tidak menikah lagi", dengan menegaskan: "Situasi yang serupa dialami oleh mereka, yang bercerai, tetapi masih tetap menyadari bahwa ikatan pernikahan yang sah tidak dapat ditiadakan, dan karena itu mengelakkan keterlibatan dalam persatuan baru, serta masih tetap hanya menjalankan tugas-tugas mereka dalam keluarga dan tanggung jawab hidup Kristen. Dalam kasus-kasus seperti itu teladan kesetiaan mereka dan sikap konsisten secara Kristen beroleh nilai yang istimewa sebagai kesaksian di tengah masyarakat dan dalam Gereja. Di situ bahkan masih lebih perlu lagi bagi Gereja menyediakan cinta kasih dan bantuan terus-menerus, tanpa ada halangan apa pun untuk memperbolehkan mereka menerima Sakramen-Sakramen" (Misalnya, Sakramen Ekaristi atau Komuni Kudus). Tuhan memberkati

saya forward ke teman saya yg mengajukan pertanyaan ini, Terimakasih Romo 🙏🏻 Berkah Dalem

Sama-sama Mbak@@marselinarosalini8679Tuhan memberkati🙏

Selamat pagi Pak Januarius. Kalau kita SUDAH MEMBACA Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II, yakni Familiaris Consortio, khusus artikel 84, maka jawaban atas pertanyaan Bapak ini sudah terjawab. Di bawah ini, saya kutip Familiaris Consortio, artikel 84 tersebut. Terkait “Mereka yang Bercerai dan Menikah Lagi”, Paus Yohanes Paulus II menyatakan “Pendamaian melalui Sakramen Tobat, yang membuka pintu kepada Ekaristi, hanya dapat diberikan kepada mereka, yang menyesalkan bahwa mereka telah menyalahi lambang Perjanjian dan kesetiaan terhadap Kristus, dan setulus hati bersedia menempuh jalan hidup, yang tidak bertentangan lagi dengan tidak terceraikannya pernikahan. Dalam praktiknya itu berarti, bahwa bila karena alasan-alasan serius, misalnya pendidikan anak-anak, pria dan wanita tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berpisah, mereka “sanggup menerima kewajiban untuk hidup dalam pengendalian diri sepenuhnya, artinya dengan berpantang dari tindakan-tindakan yang khas bagi suami-istri”. Jadi, kepada mereka ini dapat diberikan Komuni Kudus, jika: 1) menyesal telah BERCERAI, yang berarti menyesal telah menyalahi lambang Perjanjian dan kesetiaan terhadap Kristus; 2) setulus hati TIDAK LAGI bertentangan dengan ajaran bahwa perkawinan tidak terceraikan; 3) setelah mengikuti Sakramen Tobat, mereka tidak melakukan persetubuhan (mengendalikan diri sepenuhnya) sampai perkawinan terdahulu dianulasi oleh Tribunal Keuskupan atau diberi disolusi (pemutusan ikatan) oleh Tahta Suci. Paus Fransiskus dalam Anjuran Apostolik Amoris Laetitia, mengulang kembali ajaran Paus Yohanes Paulus II ini bahwa dalam “kasus-kasus tertentu, mereka yang hidup dalam perkawinan tidak sah, dapat diizinkan menerima Komuni Kudus”, tentu dengan persyaratan, yakni: 1) mereka menyesal telah tidak setia dalam ikatan perkawinan; b) mau mengubah situasi mereka itu. Dalam arti, mau membereskan perkawinan mereka menjadi sah; c) tapi, waktu pemberesan perkawinan itu, memakan waktu lama; d) mengaku dosa dalam Sakramen Tobat. Paus Fransiskus menekankan bahwa hanya dalam "kasus-kasus tertentu". Jadi, tidak kepada semua! Demikian jawaban saya. Tuhan memberkati

Saudara Tjetjep, kasus ini sebenarnya gampang solusinya. Kuncinya, pihak Katolik punya niat dan kehendak baik serta kerendahan hati untuk membereskan perkawinannya. Solusinya: pihak Katolik ini bersama istrinya (Islam) mengesahkan perkawinannya (konvalidasi) secara Katolik. Ada 3 yang dilakukan. Pertama, datang ke Pastor Paroki. Beritahukan semua rencana dan niat mengesahkan perkawinan secara Katolik. Kedua, meminta dispensasi atas nikah beda agama. Pihak Katolik ini akan nikah beda agama, karena istrinya beragama non-baptis (islam). Pastor paroki akan membantu keduanya untuk meminta dispensasi atas nikah beda agama dari Bapa Uskup/Vikjend. Tapi dispensasi itu akan diberikan jika pihak Katolik memenuhi syarat sesuai Hukum Gereja Kanon 1125: tidak meninggalkan iman Katolik, semua anak dibaptis secara Katolik dan semua anak dididik secara Katolik. Ketiga, pastor akan menawarkan persiapan perkawinan, dan juga penyelidikan kanonik. Setelahnya, perayaan perkawinan secara Katolik. Setelah beres perkawinannya secara Katolik, maka pihak Katolik kembali dapat menerima komuni kudus. Tentu, sebelum melakukan Konvalidasi/pengesahan perkawinan, ia perlu mengaku dosa dalam Sakramen Tobat. Atau sebelum menerima Komuni Kudus (jika sudah melakukan Konvalidasi perkawinan), ia perlu mengaku Dosa dalam Sakarmen Tobat. Tuhan memberkati

@@PostinusGuloOSC Romo terimakasih atas penjelasannya, mungkin saya kurang lengkap dalam menjelaskannya. Mereka suami isteri udah punya anak yg beragama Islam karena isterinya mau, pihak isteri tidak mau perubahan . Jadi lelaki katolik yg haus akan Tuhan mau coba kembali, karena udah lama meninggalkan gereja, dan bagaimana caranya mendapatkan komuni Kudus, karena tau adanya halangan, terimakasih Romo , Salam Kerahiman

​@@PostinusGuloOSC.

​@@tjetjepgorbachevapakah masih biaa bertemu pastor? Langsung sja ke pastor paroki setempat. Sehingga segera ketemu solusinya.

Selamat pagi Suster. Ada banyak contoh perkawinan tidak resmi atau tidak sah atau istilah lainnya irreguler atau invalid, antara lain: 1. Orang yang pernah menikah sah lalu BERCERAI, kemudian MENIKAH LAGI tanpa terlebih dahulu membereskan perkawinan terdahulunya. 2. Orang Katolik yang menikah di luar Gereja Katolik dan tanpa dispensasi. Misalnya, orang Katolik nikah di KUA, atau nikah di agama Protestan tanpa dispensasi dari otoritas Gereja. 3. Orang Katolik yang hanya menikah secara sipil saja dan tanpa niat mengesahkan perkawinan secara Katolik. 4. Orang Katolik yang hanya menikah secara adat dan tidak mengesahkan perkawinan secara Katolik. 5. Orang Katolik yang melakukan poligami. Perkawinan keduanya itu dikategorikan perkawinan tidak sah. Terima kasih

Saya tidak tahu persis alasannya. Hanya saja mungkin supaya penerbitan buku penjelasan itu diterbitkan cepat. Dan penerbitnya juga adalah penerbit resmi Vatikan. Dan, Kardinal Coccopalmerio diakui kapasitasnya sebagai salah satu"ahli Hukum Gereja top di Vatikan". Biasanya kalau Dikasteri yang menerbitkan, prosesnya lama. Beliau hendak meredam orang-orang "heretik" yg menafsirkan "tanpa hati-hati" Amoris Laetitia itu. Penjelasan Kardinal Coccopalmerio tidak melebar kok. Beliau justru membantu kita agar menerapkan ajaran secara benar, tidak melebar, tidak jatuh pada relativisme dan sikap permisif. Kalau kita baca bukunya tersebut, Kardinal Coccopalmerio sejalan dengan Paus Fransiskus. Oleh karena itu, beliau menjelaskan secara sederhana Bab 8 dari Amoris Laetitia itu. Dalam beberapa kesempatan, Kardinal Coccopalmerio memberikan penjelasan publik terkait Amoris Laetitia ini dan beliau mengatasnamakan Dewan Kepausan untuk Naskah Legislatif (Dikasteri untuk Naskah Legislatif). Penjelasan publik sama seperti dalam bukunya ini. Bahkan, Vatikan mengapresiasi penjelasan sederhana dari Kardinal Coccopalmerio tersebut. Salah satu contohnya, bisa dibaca dalam berita ini: www.archivioradiovaticana.va/storico/2017/02/14/amoris_laetitia_chap_8_explained_by_cardinal_coccopalmerio_/en-1292483. Tuhan memberkati

Terima kasih penjelasannya Romo. Tuhan memberkati

Pak Daniel, terima kasih sudah berbagi pengalaman hidup perkawinan. Satu hal yang membuat saya ikut bersyukur adalah komitmen Bapak kembali ke Katolik. Saya yakin bahwa Bapak mau juga ikut proses untuk membereskan perkawinan Bapak agar sah secara Katolik. Caranya tentu sederhana. Datang ke Pastor paroki. Utarakan semua niat untuk memberkati perkawinan secara Katolik. Istilahnya: disahkan (konvalidasi). Orang Katolik punya tanggung jawab untuk setia pada ajaran yang terkandung dalam Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja (ajaran resmi Gereja Katolik). Hal ini ditegaskan dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 750. Aturan bahwa orang Katolik wajib menikah secara Katolik merupakan ajaran yang sudah terkandung dalam Tradisi suci dan Magisterium Gereja (ajaran resmi Gereja Katolik). Setelah mengesahkan perkawinan secara Katolik, maka tentu tak muncul lagi perasaan tidak enak ketika melaksanakan pelayanan Gerejawi, seperti menjadi oetugas bacaan dan memimpin ibadat lingkungan. Tuhan memberkati Bapak. Terima kasih sudah berjuang kembali menjadi Katolik...

trimakasih Romo atas petunjuknya

Tidak diperkenankan komuni dulu ya Bozz-qu! Anda terhalang! Kunjungi Paroki terdekat tempat anda tinggal! Konsultasi dq Romo/Pastor, nanti diarahkan, Jangan khawatir pasti terselesaikan!

@@fortulatusr.liesupriyanto456 Baik. Terima kasih atas petunjuknya Pak.

Perlu membaca Kitab Suci dengan baik dan benar. Juga perlu memahami Kitab Suci secara baik dan benar. Orang Katolik juga perlu mengetahui dan menaati apa yang menjadi sumber iman Katolik: Tradisi Suci, Kitab Suci, dan Ajaran resmi Gereja (Magisterium). Sumber iman Katolik ini sudah terbukti dalam sejarah bahwa memelihara kesetuan dan universitas dalam Gereja. Gereja Katolik tidak memiliki puluhan ribu PECAHAN atau denominasi. Tetapi menjaga KESATUAN. Kita mestinya bersyukur atas hal ini. Tuhan memberkati

Bapak Mulyadi yang diberkati Tuhan. Terima kasih atas komentar Bapak. Ada 3 tanggapan saya. Pertama, sumber iman Katolik. Tentu, sebagai umat Katolik kita perlu mengetahui secara benar SUMBER AJARAN IMAN KITA. Dalam Kitab Hukum Kanonik Kanon 750 sangat jelas diajarkan oleh Gereja bahwa ada 3 Sumber iman Katolik, yakni: Tradisi Suci, Kitab Suci dan Ajaran Resmi Gereja atau Magisterium. Dari ketiga sumber iman Katolik itu, bisa kita baca dan renungkan bahwa PERCERAIAN dilarang keras oleh Allah (Maleakhi 2: 16; Mark 10: 7-9; Mat 19: 5-6, dll). Bahkan mereka yang BERCERAI dan MENIKAH LAGI sama dengan BERZINAH. Hal itu dikatakan dalam Injil Markus 10: 10-12 dikatakan: “Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si isteri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah”. Kedua, apakah PERZINAHAN BUKAN DOSA? Ya, dosa! Hal itu bisa kita baca dalam Kitab Suci. Dalam Perintah keenam dan Perjanjian Baru secara absolut melarang perzinahan (Bdk. Mat 5:32; 19:6; Mrk 10:11; 1 Kor 6:9-10). Dalam Perjanjian Lama, misalnya Kitab Hos 2:7;Yer 5:7; 13:27 menegaskan bahwa perzinahan dalam pelanggaran yang berat. Perjanjian Lama memandang perzinahan sebagai gambaran penyembahan berhala yang mendatangkan dosa! Ketiga, dosa menghujat Roh Kudus = tak bisa diampuni. Sebagai orang Katolik, kita perlu MEMAHAMI secara benar tafsiran resmi dari “dosa menghujat Roh Kudus itu”. Ajaran resmi Gereja yang dimuat dalam Katekismus Gereja Katolik menjelaskan mengenai dosa menghujat Roh Kudus yang tak terampuni itu, demikian: “Sebab itu Aku berkata kepadamu: Setiap dosa dan hujatan manusia akan diampuni, tetapi hujatan terhadap Roh tidak akan diampuni.” Tidak ada batasan bagi kerahiman (belas kasih) Tuhan, namun siapa pun yang dengan sengaja menolak menerima kerahiman-Nya melalui pertobatan, berarti menolak pengampunan dosa-dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus. Ketegaran hati semacam itu dapat menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai pada saat kematian dan dapat menyebabkan kemusnahan abadi (KGK 1864). Dari KGK 1864 ini, penghujatan terhadap Roh Kudus berarti menolak belas kasihan Tuhan. Itu adalah penolakan untuk bertobat dari dosa. Dosa ini melibatkan keputusan yang disengaja dan bebas untuk menolak kasih, dan kerahiman, dan rahmat Tuhan yang ingin Dia berikan kepada kita. Hal ini terjadi ketika seseorang terus-menerus menyangkal kuasa kerja Roh Kudus. Umat Katolik memahami bahwa ketika kita memiliki hati yang menyesal dan menerima absolusi dalam Sakramen Tobat-mengakui segala dosa berat atau ringan kepada imam Katolik-kita diampuni oleh Kristus, yang merupakan pelayan utama Sakramen. Kalau seseorang yang bercerai dan MENIKAH LAGI secara Tidak sah, DIPANGGIL untuk bertobat, tetapi malah dia mencari-cari PEMBENARAN terhadap perbuatannya itu, apakah ini PERTOBATAN? Apakah ini SIKAP yang terbuka pada KERAHIMAN TUHAN? Atau, sebaliknya: CARA-CARA MENOLAK kerahiman Allah yang Mahapengampun? Dari paparan di atas, dosa menghujat Roh Kudus adalah dosa atas perbuatan sengaja untuk tidak mau menerima kerahiman Tuhan melalui jalan pertobatan; menolak pengampunan dosa-dosanya dan menolak keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus.

Benar...dialkitab tidak ada terlulis cerai adalah dosa berat...bukan berarti menyetujui perceraian tetapi,di kitab suci,kita terlulis secara tekstual ... dosa berat adalah ,menghujat roh kudus...kasih tuhan tidak terbatas dla, mengampuni

Ya benar. Tapi maaf kami awam memahami jika kita melanggar perintah Allah artinya kita berdosa. Krn ada ayat yg berbunyi: Apa yg sudah disatukan Allah,tdk boleh di ceraikan manusia. Ini salah satu contoh aja krn ini juga saring terjadi.

​@@mulyaditan6396 benar dan sesuai dgn yg tertulis "Apa yang dipersatukan oleh Allah, TIDAK BOLEH diceraikan oleh manusia". Tidak boleh artinya dilarang dan dosa, merujuk pada 10 hukum Tuhan maka berzinah adalah dosa berat.

Kalau menafsirkan Kitab Suci, jangan hanya mencomot satu ayat. Lihatlah ayat ayat lain. Betul bawa dalam Kitab Suci terulis bahwa Yesus datang untuk orang berdosa DAN bukan untuk orang benar. Ya, ini betul. Sebab, karena manusia jatuh dalam dosa, maka Allah Bapa mengutus PutraNya, Yesus ke dunia. Lalu apa misi besarNya? Ya, agar orang berdosa ini BERTOBAT dan PERCAYA KEPADA INJIL. Ada ayatnya juga kok. Misalnya, Matius 4:17: "Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: ”Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”. Bisa juga dibaca Injil Lukas 10:13-16. Di sini Yesus mengecam beberapa kota karena mereka TIDAK BERTOBAT! Jadi, jangan sampai kita membenarkan tindakan kita untuk berdosa terus....

Bagi beberapa orang, MENGINGAT MASA LALU, itu amunisi yang kapan-kapan dilesatkan. Masa kelam abad 15/16 itu sudah SANGAT LAMA, SANGAT JAUH, tapi MASIH TERUS DIINGAT, dan DISIMPAN dalam hati. Ia ibarat orang yang membawa segenggam batu di telapak tangannya yang direntangkan ke depan. Awalnya batu itu ringan, tapi karena tangannya terus direntangkan memegang batu itu, lama-lama PEGAL dan berat. Beratnya batu tetap, tetapI CARA dan WAKTU memegang batu dengan tangan terentang, membuatnya BERAT. Ketika hanya mengungkit masa lalu, masa KELAM, hidupnya semakin berat dan melihatnya semuanya seolah GELAP! Tapi, bagi orang yang melihat secara positif, DIA TIDAK HANYA MERATAPI masa lalu itu, tapi ia BERTOBAT, menata kembali hidupnya, dan BERJUANG MENGARAHKAN HATI pada perubahan-perubahan positif. Gereja berjuang untuk MENYEMPURNAKAN DIRI, karena Gereja itu juga adalah diri kita: MANUSIA pengikut Kristus. Orang ini akan dipenuhi sukacita, kegembiraan rohani karena tetap merasa diampuni, dicintai oleh Allah. Hidupnya terasa ringan, karena pertobatannya membawa penghibuaran rohani baginya. Mari kita renungkan kutipan Kitab Suci ini: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah Bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” “Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah Bait Allah? tahukan kamu, bahwa tubuhmu adalah Bait Roh Kudus yang diam didalam kamu, Roh kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri” 1 Korintus 6:19.

Selamat pagi Bu Subaida. Sebelum saya jawab, ada pertanyaan saya: apakah ketika pindah ke Katolik, suami juga ikut dibaptis Katolik atau tidak?

@@PostinusGuloOSC saya pindah katolik dua tahun kemudian suami juga ikut pindah tapi kita tdk menikah katolik,, sampe suami talak , ROMO🦶

@@PostinusGuloOSC dan skrg suami sdh ti ggal di k.pung halaman nya jadi daya tdk tau masih tetap katolik atau kmbali ke musli.m🙏

Ibu Subaida, atas kasus perkawinan Ibu, ini jawaban saya. Pertama, perkawinan pertama diakui sah, kecuali terbukti kebalikannya. Dalam kisah ini ada yang menarik. Yaitu, Ibu Subaida, saat itu masih Muslim, menikah dengan laki-laki Muslim secara Muslim juga. Dalam pandangan Katolik, perkawinan agama seperti ini merupakan perkawinan yang sah. Kedua, melalui baptis, perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, diangkat ke martabat Sakramen. Ibu Subaida dan suami sama-sama masuk dan dibaptis Katolik. Nah, sejak dibaptis Katolik itu, perkawinan yang Sah diangkat oleh Yesus Kristus ke martabat Sakramen. Dalam arti, pasangan suami-istri tidak bisa becerai, hanya kematian yang memisahkan keduanya. Ketiga, apakah ada solusi? Tentu tetap terbuka pada solusi. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh Ibu Subaida: a. Datang ke pastor paroki. Ceritakan semua perkawinan pertamanya dari masa perkenalan, pacaran hingga setelah menikah. Dari pembicaraan ini, manatahu pastor menemukan ada dasar kuat untuk dibereskan perkawinan pertama Ibu dengan proses anulasi perkawinan. Tapi, anulasi mesti dipahami secara baik, yakni pembatalan perkawinan yang sejak semula memang tidak sah dan tidak mungkin disahkan. b. Jika pastor menemukan ada dasar dan kemungknan untuk anulasi, maka Ibu Subaida perlu menulis surat gugat (libellus) yang ditujukan kepada Hakim Tribunal keuskupan. Tentu surat ini bisa dikirim melalui pastor paroki. apa saja isinya pun bisa ditanyakan kepada pastor paroki. Biasanya, pastor paroki juga akan menulis surat pengantar permohonan anulasi Ibu yang ditujukan kepada Tribunal. Pastor paroki juga akan memberitahukan dokumen-dokumen apa saja yang perl dilampirkan dalam permohonan anulasi tersebit. c. Jika permohonan anulasi dikabulkan, maka Ibu Subaida bisa menikah sah dengan calon suami baru. Demikian jawaban saya. Tuhan memberkati

@@PostinusGuloOSC terima kasih ROMO🙏🙏

Saudara Yudha yang baik, terima kasih komentarnya. Baik juga kalau kita rendah hati, dan tidak mencari pembenaran. Tuhan Yesus tentu mengampuni kita tanpa syarat. Kendati demikian, kita perlu ingat bahwa "menghujat Roh Kudus" merupakan dosa yang tak terampuni. Sekali lagi, sangat betul bahwa kerahiman Tuhan Allah tidak mengenal batas; tanpa syarat. Tetapi siapa yang dengan sengaja tidak bersedia menerima kerahiman Allah melalui penyesalan/pertobatan, ia menolak pengampunan dosa-dosanya dan keselamatan yang ditawarkan oleh Roh Kudus. Ketegaran hati semacam itu dapat menyebabkan sikap yang tidak bersedia bertobat sampai pada saat kematian dan dapat menyebabkan kemusnahan abadi. Sikap ini adalah sikap "menghujat Roh Kudus". Ajaran Gereja ini bisa kita baca dalam Katekismus Gereja Katolik no. 1864 (baca juga Injil Markus 3: 29; Mat 12:32; Luk 12:10) Tuhan memberkati

Terima kasih Pak Loren Bali, atas komentarnya. Tentu, sebagai umat Katolik perlu punya KOMITMEN untuk konsisten, untuk SETIA. Jika kita telah menerima baptis dalam Gereja Katolik, maka sudah menjadi panggilan hidup kita untuk konsisten sebagai orang Katolik. Jika menerima komuni dalam Ekaristi, maka konsisten juga sebagai orang Katolik. Berjuang hidup sebagai umat Katolik, tidak setengah-setengah, tidak hanya KTP. Apalagi, umat Katolik yang sudah menerima Sakramen Penguatan (sering disebut Sakramen Krisma, kendati istilah ini kurang tepat), punya kewajiban untuk menjadi saksi Kristus dengan PERKATAAN DAN PERBUATAN, menyebarkan dan membela iman akan Yesus Kristus (bdk. KHK Kanon 879). Hukum Gereja Katolik, tidak sepeti hukum sipil, tidak sepeti hukum negara. Tujuan utama Hukum Gereja adalah untuk memelihara jiwa-jiwa umat, memperhatikan keselamatan jiwa-jiwa umat. Hukum Gereja itu menekankan belas-kasih, pertobatan orang yang bersalah. Membantu umat Katolik memenuhi HAK dan KEWAJIBANNYA. Saya teringat kata-kata Tuhan Yesus ini dalam Injil Lukas 16:10: “Dia yang setia dalam hal kecil, setia juga dalam hal besar; dan siapa yang tidak benar dalam hal yang kecil, juga tidak benar dalam hal yang besar. Kitab Wahyu 2: 10: "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." Menarik merenungkan perkataan Rasul Paulus ini dalam 2 Korintus 6:14: "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Tuhan memberkati

Pak Freddy yang baik, terima kasih sudah memberi komentar di Kanal KZfaq ini. Ada beberapa komentar yang persis sama dengan komentar Bapak bahwa "Yesus datang untuk pendosa". Lalu dengan narasi yang begitu MEYAKINKAN itu, pemberi komentar tampaknya menjadikan ayat itu sebagai PEMBENARAN untuk menerima komuni kendati dalam keadaan berdosa. Benar bahwa Yesus datang ke dunia untuk kita manusia berdosa. Yesus menebus manusia dari dosa. Maka, kedatangan Yesus kepada orang berdosa BUKAN MEMBIARKAN mereka berdosa terus-menerus dan BUKAN PULA agar mereka terus melakukan pelanggaran, tetapi memanggil mereka agar bertobat. Yesus menyatakan itu, salah satunya, dalam Injil Lukas 5: 32: "Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat". Jadi, ayat Injil ini jangan dipotong menjadi: Yesus datang ke dunia untuk pendosa", mesti utuh agar pesannya utuh pula. Dalam video ini, saya sudah menegaskan bahwa Gereja perlu membantu mereka yang sedang dalam perkawinan tidak sah, agar mereka bisa membereskan perkawinan mereka, sehingga hak-hak mereka sebagai orang Katolik, bisa mereka terima. Dan ini sudah dan sedang dilakukan di berbagai Tribunal Keuskupan. Dalam video ini juga saya sudah memaparkan bahwa Hukum Gereja justru membantu "orang berdosa untuk bertobat", sebab prinsip penerapan Hukum Gereja adalah "keselamatan jiwa-jiwa umat" (salus animarum) atau "memelihara jiwa-jiwa umat (cura animarum). Tuhan memberkati

@@PostinusGuloOSC Ya, kalau hirarki tidak bisa menerima masukan dari umat, ya itu hak mereka, tapi yang jelas YESUS tidak pernah melarang hal ini. Atas dasar KASIH melarang orang KOMUNI ? Kalau orang yang tidak terlalu konservatif sih tidak berpengaruh. Apakah HUKUM KANONNIK lebih tinggi dr INJIL ? Ingat bagaimana Yesus melepaskan wanita yang ketahuan berzinah, itulah contoh KASIH sehingga saya menjadi Kristen Katolik namun belum mampu menjadi KRISTEN sejati karena saya belum mampu bernalar dan berlaku seperti YESUS. Saya awam tidak merasa punya hak menentukan seseorang berdosa atau tidak. Tapi tidak berhak kah berpendapat ?

Pak Freddy, Tuhan memberkati dan mengasihimu, melimpah berkat dan sukacita. Amin

@@PostinusGuloOSC AMIN

Sudah dijelaskan oleh Pastor di video sebelumnya, Protestan tidak memiliki KHK & KGK. Jadi mereka bisa dengan seenaknya menginterpretasikan ayat-2 Alkitab, bisa berbeda antar Denominasi. Semoga mereka bertobat dan kembali ke Bunda Gereja, Katholik.

Tetapi orang berdosa diminta oleh Yesus agar BERTOBAT, bukan memelihara dan bukan tinggal terus dalam dosa. Markus 1:15 kata-Nya: ”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”